Total Pageviews

Tuesday, August 5, 2014

Silaturrahim = kumpul keluarga

Alhamdulillah untuk kesekian kalinya Allah menunjukkan kemurahanNya. Kami yang awalnya pasrah akan berlebaran di Palembang, akhirnya dapet tiket pulang ke Jogja pas minggu terakhir ngantor. Selasa 22 Juli 2014 kami dapet tiket pulang bertiga dengan harga lumayan terjangkau dengan maskapai Citilink. Setelah dua tahun tidak pulang ke Jogja saat lebaran, tentu saja momen kali ini sangat dinantikan.

Walaupun pesawat sempat delay 1 jam keberangkatan dari Palembang tapi rasanya tidak sebanding dengan kesempatan untuk pulang ke kampung suami. Selama perjalanan juga sangat menyenangkan. Aku akhirnya bisa mencoba fasilitas dan pelayanan maskapai yang merupakan anak perusahaan Garuda Indonesia ini. Selain bisa nyicip layanan pesawat hijau untuk pertama kalinya, aku juga dapet kesempatan untuk mengunjungi Bandara Halim Perdana Kusuma. Maklum biasanya cuma tahu sama Bandara yang di Cengkareng. Alhamdulillah dapet rezeki plus plus.

Pukul 9 malam kami sampai di Kota Gudeg. Di pesawat hanya bisa berbuka sekedarnya, jadi kami memutuskan untuk makan malam terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah saudara di sawitsari. Alhamdulillah lagi-lagi aku masih diberi kesempatan untuk menikmati ayam & paru goreng khas Rumah Makan Tojoyo 3. Setelah setahun menantikan kesempatan itu datang lagi, akhirnya kesampaian juga. Syukur lagi deh sama Allah swt.

Setelah puas menikmati makan malam yang super nikmat, lezat dan murah, kami menuju perumahan sawitsari. Tak terasa sudah pukul 11, tak banyak yang dapat kami perbincangkan dengan keluarga karena malam yang sudah larut dan kami perlu istirahat agar siap sahur esok hari.

Tanggal 24 Juli 2014 Pukul 9 pagi kami kembali ke Bandara Adisucipto untuk menjemput Mbak Yaya dari Jepang. Awalnya Yesha merasa asing dengan Mbak Yaya. Namun Yaya dengan cepat menarik perhatian Yesha dengan menawarkan mainan gantungan, oleh-olehnya dari Jepang. Mainan itu berbentuk wanita jepang yang memakai kimono lengkap dengan riasan ala Jepang. Mainan itu dinamakan Maiko. Atau bisa dipanggil Maiko chan. Dari Yaya-lah aku tahu jika 'chan' dalam bahasa Jepang itu dilafalkan 'chang'. Selama ini aku mengira jika 'chan' dibaca sesuai tulisannya.

Dari Bandara kami menuju ke Pusat Rehabilitasi penangananan 'orang luar biasa', mulai dari orang gila, korban narkoba, dll. Di sinilah entah untuk keberapa kalinya aku dikenalkan dengan orang-orang yang istimewa, yang sanggup menyadarkan para korban tadi. Berbagai motivasi yang mereka pertahankan untuk terus menjalankan Pusat Rehabilitasi itu. Kisah yang paling menarik yang diceritakan salah satu 'trainer' adalah kisah tentang seseorang yang selama 4 tahun dia ajari dan tidak pernah nyambung jika diajak bicara, namun pada saat mendekati ajalnya orang tersebut akhirnya 'ngeh' dengan si 'trainer'. Subhanallah. Sungguh kejadian yang pantas disyukuri.

Selepas dari Pusat Rehabilitasi, kami singgah untuk sholat dzuhur di Masjid UGM. Lagi-lagi Jogja mengejutkanku dengan bangunannya. Belum pernah aku mendatangi Masjid yang megah dan berada di lingkungan sebuah universitas. Subhanallah. Rasa-rasanya setiap sudut kota Jogja bisa dijadikan objek wisata. Sayang kami tak punya banyak waktu untuk lebih menikmati suasana di sekitar Masjid.

Kami harus melanjutkan perjalanan ke daerah Bantul. Kali ini kami mengunjungi sebuah kantor milik yayasan Hoshizora. Hoshizora bergerak dalam bidang sosial. Ide membuka kantor ini merupakan ide dari salah seorang anak bangsa yang pernah menuntut ilmu di negeri Sakura. Ide ini muncul ketika dia merasa uang 1000 yen di Jepang bisa dipakai untuk makan, namun 1jt di Indonesia sudah bisa digunakan untuk menyekolahkan anak. Maka berdirilah Hoshizora.

Aturan mainnya kurang lebih begini, ada seorang donatur yang memberikan uang sebesar 1000 yen per bulan disebut Kakak Bintang, dan ada pula si penerima dana ini disebut Adik Bintang. Kakak Bintang dan Adik Bintang bisa saling mengenal dan berkomunikasi melalui surat.

Yayalah yang mengajak kami ke Hoshizora. Terkadang aku malu pada diriku sendiri. Seorang Yaya yang umurnya lebih muda dari 3 tahun dariku, memberikan pengetahuan yang luar biasa kepadaku hari itu.



Hari-hari begitu cepat berlalu, tak terasa hari kemenangan pun menghampiri. 28 Juli 2014, Rutinitas pagi itu diawali dengan sholat subuh dan persiapan untuk menunaikan kewajiban sholat ied. Untuk pertama kalinya aku melaksanakan sholat ied di Jogja. Sebuah pengalaman yang lagi-lagi sangat berharga dan patut untuk dikenang. Sholat ied di Jogja lebih simple dibandingkan pengalamanku di Sumatera. Tidak bertele-tele. Sholat ied di Jogja dimulai pukul 6.30, biasanya di Sumatera sholat ied baru akan dilaksanakan pukul 7.30. Sholat ied di Jogja ditutup dengan ceramah yang singkat, padat dan jelas serta berbobot tentunya. Sedangkan di Sumatera biasanya diawali dengan laporan keuangan, laporan zakat, dll. Di sinilah bagian yang paling menyenangkan dari mendatangi tempat lain. Kita dapat mempelajari budaya daerah yang kita datangi. Kita dapat membuka wawasan dan tidak hanya menjadi katak dalam tempurung.

Selepas sholat ied, kami kembali ke rumah. Sarapan pagi, acara sungkeman dan foto-foto tentunya untuk mengenang momen yang sangat berharga ini.

Lewat tengah hari setelah sholat dzuhur, aku, suami dan Yesha bersiap menjelajah daerah Semarang. Kami semangat untuk silaturahim dengan keluarga di sana. Daerah yang pertama kami kunjungi adalah Medoho, tempat tinggal Mbak Yuli dan Mas Aris. Selanjutnya kami ke Tlogosari, tempat Mbak Neni, Mas Antung dan anak2nya. Perjalanan hari itu kami tutup di Banyumanik (om Kus, bulik Yati, dkk).

Hari kedua lebaran kami mengunjungi rumah bulik Bang dan pakde To. Selama perjalanan kami melewati jalan tol yang ada di Semarang. Subhanallah jalan tol aja sangat indah. Jalan tol di Semarang melewati bukit-bukit yang sangat menakjubkan pemandangannya, baik di siang hari maupun di malam hari.

Hari ketiga kami berkeliling daerah Ambarawa. Sebuah daerah yang sangat sejuk terletak di bukit dan airnya menyegarkan. Ada sebuah rumah keluarga yang terletak di pinggir jalan dan pinggir tebing, di belakang rumahnya terdapat hutan yang ada sungai mengalirnya. Subhanallah, sungguh indah pemadangannya.

Hari keempat, hari terakhir di Semarang. Pagi-pagi aku lihat ada pesan di facebook dari Sarah. Obrolan pun tumpah. Sarah memberikan saran untuk mencoba Kue Mocci khas Semarang. Setelah tanya suami dan keluarga, akhirnya Kue Mocci didapatkan. Rasanya itu loh, hmm yummy slurp, enak banget, lembut (klo kata Yesha).

Oh ya, selama di Semarang Yesha juga bersenang-senang loh. Yang paling berkesan sama Yesha sepertinya main bersama ayam Pakde Aris. Dari mulai kasih makan ayam, main kejar-kejar sampe dipegang-pegang. Subhanallah.




Selepas dari Semarang kami melanjutkan perjalanan ke daerah Gresik. Sebelum keluar dari Semarang, kami sempatkan mengunjungi Masjid Agung Jawa Tengah yang kebetulan tidak jauh dari rumah keluarga di Medoho. Subhanallah. Rumah Allah yang satu ini membuat kangen akan Tanah Suci, karena ada payung di depan area Masjid Agung Jateng ini yang mirip dengan yang ada di Masjid Nabawi Madinah.




Perjalanan ke Gresik kami tempuh bersama Mas Yono dan Mbak Ratna serta anak-anaknya. Pemandangan di daerah Jawa sangat luar biasa. Di Sumatera biasanya perjalanan jauh via darat akan terasa amat melelahkan. Berbanding terbalik dengan daerah Jawa. Perjalanan jauh terasa amat menyenangkan. Banyak pemandangan yang dapat disuguhkan. Dari Semarang yang berbukit-bukit, kali ini kami melewati daerah ladang garam dan sepintas melewati PLTU Rembang. Yup, lagi-lagi nambah pengetahuan.



Selama perjalanan ke Gresik kami singgah ke beberapa rumah keluarga di Lasem dan Pamotan. Kami tiba di Gresik hampir tengah malam. Tak banyak basa basi, kami pun lantas beristirahat.

Hari berikutnya kami diajak ke rumah Om Joko, teman Mas Yono dari 3C (Captiva Chevy Club) di Surabaya. Untuk menempuh perjalanan dari Gresik - Surabaya kami memilih lewat tol. Dan akhirnya kami janjian ketemuan di dekat Masjid Agung Jawa Timur. Yes, foto-foto lagi. I left my footprints there.




Ternyata Om Joko ini baru pindah rumah. Kami pun diajak ke rumah barunya itu. Rumahnya ternyata adalah komplek PLN daerah itu. Hoho, gak jauh-jauh dari PLN rupanya. Ke mana-mana ketemu PLN. PLN ada di mana-mana. Hihi.

Sambutan Om Joko sangat luar biasa. Saat tiba di rumahnya, kami langsung disuguhi minuman sirup campur lengkeng, kolang kaling, nata de coco dan cincau yang menyegarkan. Selanjutnya kami ditawari makan besar yang mewah, ada kuwe bakar, gurame goreng, sop kacang merah, sayur toge, sayur kangkung dan sambal yang rasanya top markotop (jadi pengen lagi). Kami juga dipersilakan untuk menunaikan kewajiban sholat sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke Jogja. Sebelum pulang, kami diberikan oleh-oleh Perabot rumah. Katanya itu kebiasaan daerah sana, jika ada yang pindah rumah dan ada yang bertamu maka tuan rumah wajib memberikan Perabot rumah untuk yang berkunjung. Alhamdulillah dapet hadiah dan subhanallah dapat ilmu baru.

Sebelum pamit kami pun sempat berfoto untuk mengenang masa-masa indah. Om Joko sekeluarga pun dengan senang hati mengantar kami hingga gerbang tol Gresik. Candaan dan obrolan mengiringi perjalanan kami, dan tak lupa ucapan terima kasih dari kedua belah pihak. Kami berterima kasih atas sambutan Om Joko dan sebaliknya dia berterima kasih karena telah dikunjungi.

Selepas tol Gresik, kami pun melanjutkan perjalanan sendiri. Dikarenakan jalan yang ditempuh untuk ke Jogja sangat jauh, kami memutuskan untuk beristirahat di daerah Kudus. Tengah malam telah lewat, kami memilih untuk menginap di hotel Salam Asri Kudus. Alhamdulillah masih tersedia 3 kamar, pas untuk kami semua. Kamarnya besar, nyaman dan harganya sangat terjangkau. Subhanallah, apa-apa di Jawa murmer (murah meriah). Alhamdulillah.

Pukul 9 pagi kami bersiap melanjutkan perjalanan kembali menuju Kota Jogja. Sebenarnya dari Surabaya-Jogja akan lebih dekat jika melewati Solo. Namun dikarenakan ada macet di rute tersebut, akhirnya kami kembali ke Jogja muter lagi melewati Semarang. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya aku mengagung-agungkan namaNya. Sungguh BumiNya sangat indah dan tak patut kita menyombongkan diri dalam keadaan apapun karena Dialah Sang Maha di atas Maha, Dialah yang paling tinggi kedudukannya. Apalah artinya kita dibanding Dia. Bahkan setitik pun tidak.

Tengah hari kami memutuskan singgah sejenak di warung Kopi Klotok. Sebuah tempat makan dengan kesan sederhana, seperti rumah penduduk biasa yang terbuat dari kayu dengan posisi agak ke atas bukit. Apik tenan. Makanannya juga tidak kalah enak dengan penampilan rumahnya. Harganya pun sangat bersahabat. Fasilitas dan pemandangannya pun tidak kalah menarik. Pokok'e komplitos.

Setelah makan siang, kami sholat dan melanjutkan perjalanan lagi.

Kami tiba di Jogja waktu ashar daerah setempat.

Tanggal 3 Agustus 2014, kami kembali ke Palembang. Waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin sampai di Jogja, sekarang sudah harus kembali ke dunia nyata.

Alhamdulillah disyukuri saja, masih ada kesempatan untuk bertemu keluarga dan belajar dunia luar.

Walaupun mudik tidak murah, namun hasil yang didapat juga tidak kalah berharga.