Total Pageviews

Wednesday, March 12, 2014

Pekerjaan VS Ibadah

Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting untuk hidup di dunia. Dari pekerjaan lah kita dapat memenuhi kebutuhan hidup di dunia.

Di lain pihak, ibadah juga sangat penting untuk kebutuhan rohani kita. Dalam islam, ibadah adalah bekal untuk membantu pada hari akhir.

Tak jarang pekerjaan lebih diutamakan dibandingkan ibadah. Masalah pekerjaan begitu dikejar-kejar. Sedangkan ibadahnya hanya seadanya.

Kalimat itulah yang saat ini sedang menghantuiku. Urusan duniawi (pekerjaan) dikejar mati-matian. Namun bekal akhirat (ibadah) yang justru bermanfaat pada saat sesudah mati hanya biasa saja atau bisa disebut seadanya.

Sungguh pernyataan yang menusuk hati dan pikiran bagi yang berpikir.

Satu lagi, jika kita ingin pergi ke suatu tempat yang jauh biasanya kita menyiapkan bekal yang cukup sejak kita berangkat hingga kita tiba di rumah lagi. Tapi, bagaimana dengan perjalanan yang tak ada kata kembali? Sudahkah kita menyiapkan bekal yang cukup itu?

Sungguh pernyataan yang menimbulkan rasa khawatir bagi yang beriman.


*
Sudah terbiasa dengan pekerjaan sehari-hari di kantor membuatku dapat mengikuti ritme kerja. Aku pun membagi waktu antara waktu untuk perusahaan dan tak mau ku lewatkan juga adalah waktu khusus melaksanakan ibadah tambahan.

Aku pun menyelipkan ibadah tambahan di sela-sela waktu bekerja. Aku memilih waktu khusus untuk melakukan dhuha. Jika tidak mengikuti rapat, maka aku akan memilih waktu dengan sesuka hati. Namun jika aku harus mengikuti rapat, maka aku akan melaksanakan dhuha sebelum dimulainya rapat itu. Sungguh fleksibel.

Yang agak merepotkan adalah waktu tilawah. Jika dengan kegiatan biasa kantor, aku tidak akan pusing mengatur waktu tilawah. Aku sudah khatam dengan aktivitasku sendiri di kantor, dari jam sekian sampai jam ke sekian. Semua sudah tersusun rapi.

Suatu ketika aku pun harus menggantikan teman yang sakit. Kata menggantikan di sini diartikan bahwa aku bertambah kerjaan yaitu pekerjaanku sendiri + pekerjaan teman yang aku gantikan. 

Hari hari mengeluhku sudah lama berlalu. Aku pun mulai memikirkan strategi baru untuk menyusun jadwal ibadah tambahanku. Aku tak ingin disamakan dengan orang-orang yang tidak ku suka, yang menggampangkan bahwa mereka tidak bisa ibadah karena banyak yang harus dikerjakan.

Aku berpikir dan berpikir. Aku melihat situasi di tempat kerja yang baru dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada.

Alhamdulillah Allah memudahkan semuanya. Adalah satu anak SMK yang kerja lapangan di kantorku. Itulah bantuanku. 

Aku mengajarkannya sedikit untuk menggantikanku ketika aku harus melakukan ritual ibadah tambahanku. Sungguh sangat berguna.

Ketika waktu dhuha, aku menitipkan pesan padanya kalau aku sholat sebentar. Dia pun mengangguk. Allah pun sepertinya mengiyakan. Aku sigap melakukan ritualku tanpa memikirkan aku dicari atau tidak. Aku tidak mau terlalu memusingkan pikiran-pikiran yang tidak terlalu penting. Walaupun aku izin untuk ibadah yang wajib, aku merasa aku punya hak untuk itu. Toh, ketika kembali aku juga berusaha bekerja dengan baik. Selesai dengan ritualku, aku segera kembali ke tempatku. Aku pun mengabsen diriku pada anak itu sembari bertanya, "Tadi Bapak nyariin gak?" Dia pun menggeleng. Alhamdulillah pikirku. Aku sempat duduk sebentar sebelum mendengar bunyi bel tanda memanggilku. Sungguh Allah mempermudah jalan untuk sedikit lebih dekat denganNya.

Selepas dhuha, ada hal lain yang perlu aku kejar targetnya yakni tilawah pribadiku. Bergabung dengan grup ODOJ memberiku suatu peringatan tiap hari bahwa aku harus melunasi hutang mengaji satu juz per harinya. 

Awalnya aku ragu apa bisa mencapai target dengan kondisi yang tidak pasti. Tiba-tiba aku menyadari bahwa posisiku yang tidak pasti inilah yang memberikan keuntungan. Biasanya atasan hanya membunyikan bel jika ada yang dia perlukan. Aku pun memaksakan diri untuk tilawah di sela-sela ketidakpastian pemanggilan diriku. Jika sewaktu-waktu aku dipanggil maka aku menghentikan tilawah. Jika sudah selesai, maka aku pun melanjutkan tilawahku. Dan begitu seterusnya.

Pada saat atasanku mengikuti rapat, maka aku punya waktu lebih longgar untuk mengaji. Kebiasaannya pada saat rapat adalah dia khusyuk mengikutinya dan sedikit bel untuk memanggilku. Kesempatan emas itulah yang aku manfaatkan.

Beberapa hari menggantikan temanku yang sakit itu, aku pun menyadari bahwa jika kita memang berniat untuk beribadah dengan sungguh-sungguh. Allah tidak akan tinggal diam. Allah akan memanjakan kita selayaknya tamu yang datang ke rumah kita. Allah akan membantu kesulitan kita, asalkan kita benar-benar mau dan berusaha menggapaiNya.

Tidak dengan pasrah. Pasrah adalah tanda menyerah. Pasrah merupakan persetujuan untuk putus asa. Pasrah tidak menjadikan kita lebih baik. Pasrah berarti tanpa usaha.

Apalah artinya baiknya kita di mata manusia sedangkan buruk menurut Allah. Sungguh tidak menyenangkan bukan?

Mari gali potensi kita untuk lebih dekat denganNya.

Ini ceritaku, apa ceritamu?