Total Pageviews

Thursday, November 26, 2015

Membiasakan Beribadah

Sembari membiasakan Yesha akan tiga kata ajaib (baca : http://winaindahpratami.blogspot.co.id/2015/11/membiasakan-tiga-kata-ajaib.html), kami juga membiasakan Yesha untuk sholat. Proses yang panjang juga dibutuhkan untuk melakukan kebiasaan yang satu ini.

Bermula dari Yesha yang sholat hanya mengikuti gerakan kami dan sekarang Yesha sudah mencapai tahap sholat beserta bacaannya.

Alhamdulillah sejak masuk sekolah baru, pengetahuan Yesha pun bertambah. Meskipun umur sekolah baru dan sekolah lama Yesha adalah sama, terdapat beberapa perbedaan dalam cara guru Yesha mengajar. Selain Perbedaan cara guru mengajar, kemudahan Yesha menyerap ilmu mungkin juga didukung dengan umur Yesha yang semakin matang.

Di sekolah baru (TK Islam Adventure, Jln. Lubuk Kawah, Sukarami, Palembang), Yesha diajarkan mengingat sesuatu dengan bernyanyi. Alhasil, Yesha pun lebih cepat mengingat pelajaran yang diajarkan.

Nyanyian menyenangkan bagi Yesha, sehingga dia mudah saja menerima pelajaran.

Pertama, Yesha menyanyikan do'a sebelum dan sesudah makan. Lalu, Yesha menyanyikan do'a sebelum masuk kamar mandi. Kemudian, Yesha menyanyikan tata cara/urutan berwudhu. Semua nyanyian menyenangkan itu membantu Yesha cepat menghafal.

Dengan mengajarkan banyak hal dengan cara yang menyenangkan, Yesha bisa menampung beberapa hal yang diajarkan dengan cara monoton. Seperti bacaan sholat. Yesha sudah mengalami kemajuan yang pesat dalam mengaplikasikan rukun sholat serta bacaaannya.

Lagi-lagi kemajuan Yesha didapat dari proses yang sama panjangnya dengan pembiasaan menggunakan tiga kata ajaib.

Pada awalnya, Yesha tidak mudah diajak sholat. Jika pun mau, Yesha masih kurang tertib. Kritik dan saran pun kami sampaikan kepada Yesha, ketika Yesha melaksanakan sholat dengan kurang tertib. Tak lupa juga pujian kami layangkan, ketika Yesha berhasil sholat dengan tertib sejak rakaat pertama hingga terakhir.

Pembiasaan berlanjut seiring bertambahnya usia Yesha.

Saat ini, Yesha malah sering menanyakan "Yesha sholat gak, Bu?" atau "Pak, sudah selesai adzan. Ayo kita ke masjid". Pertanyaan dan pernyataan yang membuat haru ketika si kecilku ingat akan sholat. 

Membiasakan 3 Kata Ajaib

Aku yang sekolahnya dimulai dengan TK 0 (Nol) Besar, tidak mengetahui kurikulum seperti apa yang diajarkan pada anak-anak PAUD ataupun TK 0 (Nol) Kecil. Tak ku sangka di dalam report PAUD dan TK terdapat penilaian terhadap kebiasaan mengatakan tiga kata ajaib "maaf, tolong dan terima kasih".

Nilai Yesha terhadap penilaian itu pun dimulai dari penilaian "jarang" hingga "sering".

Teringat percapakanku dan pendiri sekolah Yesha yang pertama.

"Pembiasaan yang baik", begitu kata pendiri TKIT Mufidatul Ilmi Banyuasin. Beliau mengharapkan anak-anak diajarkan pembiasaan yang baik sejak dini. Pembiasaan akan sopan santun. Sehingga sekolah menetaskan anak-anak yang memiliki budi pekerti yang luhur.

"Wow", perasaan takjub pun hadir. Ternyata harapanku dan sekolah Yesha nyambung. Aku pun langsung mendaftarkan Yesha ke sekolah tersebut.

Yesha mulai diajarkan tata krama. Yesha diajarkan cara berinteraksi dan cara beribadah yang baik. Kuakui, kebiasaan sopan santun yang terbentuk pada Yesha saat ini tidaklah dihasilkan dalam waktu singkat. Proses yang kami (orang tua) lalui terbilang cukup panjang. Kesabaran, ketekunan, dan ketelatenan sangat dibutuhkan dalam proses ini.

"Dengan dibiasakan berbuat baik, in syaa Allah anak-anak kita nanti akan jadi anak yang baik pula", sambung pendiri sekolah Yesha tadi.

Sejak masuk sekolah, kami turut membantu sekolah melakukan pembiasaan yang baik di rumah. Yesha dihadapkan dengan kejadian-kejadian di mana dia diajarkan cara merespon dari kejadian itu. Yesha diajarkan berkata "maaf" ketika dia melakukan kesalahan. Yesha diajarkan kata "tolong" ketika dia memerlukan bantuan. Yesha mengucapkan "terima kasih" ketika dia telah mendapatkan pertolongan.

Tiga kata sederhana itu terus kami ulang. Ketika Yesha lupa mengatakan salah satu dari ketiga kata itu, maka Yesha kami ajarkan untuk menggunakan kata itu. Lalu, Yesha pun mengulang kembali responnya. Begitu terus hingga terbentuklah Yesha yang sekarang. Hal itu baru aku sadari tadi malam (25/11).

Yesha yang selesai berwudhu di halaman belakang rumah berkata, "Pak, tolong dekatkan keset kakinya". Dia meminta hal tersebut agar lantai rumah tidak basah karena air.

Yesha sudah sangat fasih dalam mengatakan tiga kata ajaib itu. Dia sudah sangat paham kapan harus menggunakan tiap kata ajaib itu. Pembiasaan yang baik merupakan proses yang panjang yang kami latih sejak dini.

Benarlah kata orang, anak itu ibarat kertas putih sedangkan kita orang tua adalah tintanya. Apa yang kita tulis di atas kertas itulah yang akan kita baca di kemudian hari. Orang tualah yang sangat berperan membentuk karakter anak. Sejak dinilah, kita harus melakukan pembiasaan yang baik sehingga hasil yang didapat akan baik pula.

Friday, November 20, 2015

Mengajarkan Jujur pada Yesha

Adalah suatu hari, aku sedang beres-beres di kamar Yesha. Aku sedang membereskan charger ponsel genggam yang terletak di atas prakarya Yesha. Aku yang agak tergesa-gesa mengambilnya, akhirnya merusak prakarya Yesha. 

Prakarya yang berbentuk es krim dengan buah ceri di atasnya. Cone dan buah ceri diwarnai menggunakan krayon, sedangkan es krimnya terbuat dari kapas putih. Sebuah kapas lepas dari susunan es krim itu karena kecerobohanku. 

Sebenarnya aku bisa saja mendiamkan kejadian itu. Toh, tidak ada yang melihat. Jika pun ada yang bertanya, aku bisa saja berpura-pura tidak tahu. Namun, aku ingin sekali mengajarkan kejujuran pada Yeshaku. Lalu, aku pun mengaku.

Saya : "Yes, ibu minta maaf ya gak sengaja merusak es krim Yesha. Kapasnya jadi lepas deh. Maafin Ibu ya, Nak".
Yesha : (dengan tenang) "Gak papa, Bu. Ibu kan gak sengaja. Nanti kita perbaiki sama-sama ya es krimnya".

Alhamdulillah.

Karena kejadian di atas kami budayakan di keluarga kami, maka tak jarang pula kami mendapatkan timbal balik yang baik sebagaimana di atas.

Ketika Yesha melakukan kesalahan, dia pun mengaku dengan rasa penyesalan yang dalam.

Aku pun bersikap layaknya Yesha, yang menanggapi dengan tenang dan menambahkan pesan untuk berhati-hati di lain waktu.

Friday, November 13, 2015

Bijaklah Mengenalkan Gadget pada Anak

Di zaman modern saat ini, bukan hal yang baru jika balita saja sudah pandai mengotak-atik gadget. Berikut dampak buruk membiarkan anak bermain handphone, tablet dan sejenisnya :

1. Merusak mata anak.
Handphone atau tablet yang berukuran kecil memaksa mata anak untuk fokus lebih banyak. Akibatnya mata anak jadi terganggu dan mengakibatkan anak harus menggunakan alat bantu penglihatan atau yang biasa kita sebut dengan kaca mata. Mungkin bagi dampak ini tidak terjadi begitu saja dan membutuhkan waktu lama untuk terealisasi, dengan kata lain dampak ini bisa saja dirasakan pada masa yang akan datang.

2. Mengacaukan sikap psikologis anak.
Alasan kedua ini saya saksikan sendiri, ketika anak saya tengah bermain dengan temannya.

Ceritanya mereka sedang bermain masak-masakan dan berlagak layaknya di restoran. Yesha berperan menjadi koki/pramusaji sedangkan temannya menjadi pelanggan.

Lalu, terjadilah percakapan kira-kira seperti ini :
Teman Yesha : "Saya pesan yang ini ya".
Yesha : "Baik".

Yesha berpura-pura mempersiapkan makanan yang dipesan temannya.

Beberapa saat kemudian, teman Yesha mengeluh.
Teman Yesha : "Mana pesanannya? Lama sekali pesanannya datang. Saya sudah lapar ini".
Yesha : "Sebentar ya, makanannya masih dimasak".
Teman Yesha : "Kalo pesanannya lama datangnya, pelanggannya nanti pergi lho". (dengan berlagak marah)

Saya langsung mengikutkan diri saya ke permainan mereka.
Saya : "xxxxx(nama anak), mainnya yang baik dong. Gak usah marah-marah".
Teman Yesha : "Hehe, gak kok. Aku cuma pura-pura aja, kayak di game yang ada di iPadku itu kayak gitu. Kalo kelamaan pesanannya datang, pelanggannya kabur".

Mendengar ucapan teman Yesha, aku berusaha menanggapi dengan hati-hati.
Saya : "Gak usah gitu, mainnya yang sopan aja. Yang jelek, gak usah diikuti".

-end-

Sejak Yesha lahir, aku dan suami sudah berkomitmen untuk tidak terlalu mengenalkannya pada gadget. Banyak alasan yang membuat kami memutuskan untuk mengambil keputusan itu. Namun, keputusan kami itu tidaklah mutlak. Terkadang kami menjelaskan kepada Yesha fungsi gadget dan mengajarkannya untuk bijak dalam menggunakannya.

Yesha juga pernah mempermasalahkan ketika dia melihat temannya sibuk bermain gadget (yang sepertinya memang sengaja dibelikan orang tua untuk anaknya), sedangkan dia tidak. Namun, kami meyakinkannya bahwa gadget bukanlah kebutuhan primernya saat ini. Yesha harus lebih fokus dalam belajar menyikapi kehidupan dengan baik. Karena pelajaran itu membutuhkan waktu yang panjang dan memberikan hasil yang lebih memuaskan, dibanding mempelajari dan mengaplikasikan gadget.

Buat para orang tua, jadikan teknologi sebagai sarana penunjang kreativitas anak. Bukan sebaliknya, menjadikan teknologi sebagai alat menurunkan harapan kita terhadap anak. Jika orang tua memang ingin mengenalkan anak pada teknologi melalui game yang ada pada gadget, maka sebaiknya orang tua memilihkan permainan seperti puzzle atau permainan yang mengasah otak lainnya. Hindari permainan yang melibatkan emosi.

Saya lebih memilih anak saya pandai bersikap, dibanding dia pandai bermain gadget tapi tidak tahu cara bersikap yang baik. Yang menyebabkan dia akan kesulitan berkomunikasi dengan sesamanya di kemudian hari, karena terlalu sibuk memperhatikan gadget


Saya bahkan rela membelikan Yesha kamera dengan harga terjangkau karena :
1. Dia tertarik dengan fotografi
2. Saya ingin dia fokus dengan minat fotografinya

Saya tidak membelikan/meminjamkan handphone saya karena saya khawatir fitur lain yang ada di handphone akan mengaburkan niat awal dia (ketertarikannya akan fotografi).

Thursday, November 12, 2015

Kreatifnya Yesha

*
10 November 2015 malam, Bapak Yesha sedang dalam perjalanan pulang dari dinas ke Jakarta. Aku dan Yesha pun bercakap-cakap.

Aku : "Yes, malam ini in syaa Allah bapak pulang. Tapi besok bapak pergi kerja lagi".
Yesha : "Hore, besok bapak pergi lagi".
#gubrak 

Yesha, Yesha, tumben seneng bapaknya pergi. Biasanya gini :

Yesha : "Bu, bapak kok lama sekali pulangnya?"
Aku : "Bapak masih kerja, Sayang. Kalau sudah selesai pekerjaannya, nanti bapak pulang".
Yesha : "Lama sekali bapak ni pulangnya, Yesha kan kangen sama bapak".
#hihi

-end-


**
Masih di malam yang sama.

Aku : "Yes, ngaji yuk".
Yesha : "Iya, Bu".

Yesha mengambil iqro'-nya, membuka halaman lanjutan jatah mengajinya. Yesha sudah tiba di lembar penghujung iqro' 1-nya. Alhamdulillah di usianya yang 4 tahun 7 bulan, Yesha sudah lancar membaca  iqro' 1.

Yesha sudah sangat menunggu-nunggu menyelesaikan iqro' 1-nya. Di halaman kedua dari terakhir, Yesha bertemu dengan huruf gho (ghain diberi tanda fathah).

Yesha langsung mengomentari, "Bu, gho itu seperti suara Bapak ngorok ya?" #wkwk

Yesha juga bertemu dengan huruf hijaiyah yang membentuk kata dalam bahasa Indonesia jika dibaca, seperti qo (qaf diberi tanda fathah) dan ta.

Yesha mendapat ide baru dan berkata, "Bu, seperti kota Sheriff Callie ya?" #haha

Lalu, Yesha melanjutkan bacaannya. Kali ini, Yesha bertemu dengan la (lam diberi tanda fathah) dan ma (mim diberi tanda fathah).

Yesha kembali menimpali, "Bu, ini seperti lama banget ya?" #hihi 

Kemudian, Yesha menemukan sa (sin diberi tanda fathah) dan na (nun diberi tanda fathah), serta berkata, "Seperti sana-sana ya, Bu?" #hehe
Yesha,, Yesha,, kreatif sekali Yesha ini.

Ketika aku menceritakan cerita di atas ke Bapaknya, Bapak Yesha ngakak seraya bilang, "Cerdas sekali anak bapak ini".