Waktu Shalat dhuha
Telah terjadi perbedaan dikalangan fuqaha didalam batasan shalat
dhuha secara umum. Jumhur ulama berpendapat bahwa waktu shalat dhuha
dimulai dari ketika matahari mulai meninggi hingga sedikit sebelum
tergelincir selama belum masuk waktu yang dilarang.
Imam Nawawi didalam “ar Raudhah” mengatakan, "Para sahabat kami (madzhab Syafi’i) berpendapat, waktu shalat dhuha berawal dari terbit matahari dan dianjurkan agar mengakhirkannya hingga ia meninggi.”
Imam Nawawi didalam “ar Raudhah” mengatakan, "Para sahabat kami (madzhab Syafi’i) berpendapat, waktu shalat dhuha berawal dari terbit matahari dan dianjurkan agar mengakhirkannya hingga ia meninggi.”
Hal itu ditunjukkan oleh riwayat Imam Ahmad dari Abu Murrah ath Thoifi berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya
Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam, janganlah kalian lemah dari
melaksanakan empat rakaat dari permulaan siangmu yang akan mencukupkanmu
di akhir siangnya."
Namun al Adzra’i berpendapat bahwa apa yang dinukil itu dari para
sahabatnya (madzhab Syafi’i) itu tedapat catatan, yang terkenal dari
pendapat pertama mereka “yaitu pendapat jumhur” (al Mausu’ah al Fiqhiyah
juz II hal 9730)
Dengan demikian waktu shalat dhuha dimulai kira-kira sejak maahari
mulai naik kira-kira sepenggalah hingga sedikit sebelum masuknya waktu
zhuhur atau sekitar 15 menit setelah waktu syuruq hingga 15 menit
sebelum masuk waktu zhuhur.
Jumlah Rakaat Shalat Dhuha
Adapun tentang rakaatnya maka tidak ada perbedaan dikalangan fuqaha
yang mengatakan sunnahnya shalat dhuha berpendapat bahwa paling sedikit
rakaat shalat dhuha adalah dua rakaat.
Diriwayatkan dari Abu Dzarr bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Setiap
pagi dari persendian masing-masing kalian ada sedekahnya, setiap tasbih
adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil adalah
sedekah, setiap takbir sedekah, setiap amar ma’ruf nahi munkar sedekah,
dan semuanya itu tercukupi dengan dua rakaat dhuha."
Namun terjadi perbedaan dikalangan mereka tentang maksimal rakaatnya :
Para ulama Maliki dan Hambali berpendapat bahwa maksimal rakaat
shalat dhuha adalah delapan rakaat berdasarkan riwayat Ummu Hani’ bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memasuki rumahnya pada saat penaklukan Makkah, kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam shalat delapan raka’at" seraya menjelaskan, "Aku
belum pernah sekalipun melihat Beliau melaksanakan shalat yang lebih
ringan dari pada saat itu, namun Beliau tetap menyempurnakan ruku’ dan
sujudnya."
Para ulama Maliki ini juga menegaskan makruh melebihkan dari delapan
rakaat jika seseorang meniatkan shalat dhuha bukan niat sunnah mutlak.
Mereka juga menyebutkan bahwa yang paling moderat dari shalat dhuha
adalah enam rakaat.
Sedangkan para ulama Hanafi dan Syafi’i —pendapat yang marjuh— serta
Ahmad —dalam satu riwayat darinya— bahwa maksimal dari shalat dhuhah
adalah dua belas rakaat, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh at
Tirmidzi dan an Nasa’I dengan sanadnya yang didalamnya terdapat
kelemahan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa
yang melaksanakan shalat dhuha sebanyak dua belas rakaat maka Allah
(akan) membangunkan baginya istana dari emas di surga.” Ibnu Abidin menukil dari “Syarh al Maniyah” dan menegaskan bahwa hadits lemah bisa diamalkan didalam perkara-perkara keutamaan.
Al Hashkafi dari kalangan Hanafi menukil dari ‘adz Dzakha’ir al
Asyraqiyah” menyebutkan bahwa yang moderat adalah delapan rakaat dan
inilah yang paling utama, berdasarkan perbuatan dan perkataan Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam sedangkan tentang maksimalnya hanyalah
melalui perkataaan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam saja.
Adapun dikalangan para ulama Syafi’i telah terjadi perbedaan didalam
berbagai ungkapan mereka tentang maksimal rakaat shalat dhuha. Imam
Nawawi didalam “al Minhaj” menyebutkan bahwa maksimalnya adalah dua
belas rakaat sementara dia menyalahinya didalam kitab “Syarh al
Muhadzab”, dia menyebutkan dari kebanyakan ulama bahwa maksimal adalah
delapan rakaat. Beliau menyebutkan juga didalam “Raudhah ath Thalibin”
bahwa yang paling utama adalah delapan rakaat sedangkan maksimalnya
adalah dua belas rakaat dengan mengucapkan salam di setiap dua rakaat.”
(al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 9730 – 9731)
Doa Khusus Pada Shalat Dhuha
Tidak ada doa-doa khusus pada shala dhuha. Dibolehkan bagi setiap
muslim untuk berdoa dengan doa-doa yang dikehendakinya selama tidak ada
dosa didalamnya dan memutuskan silaturahim baik doa-doa yang matsur dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau doa-doa yang mudah bagi dirinya.
Akan tetapi doa yang matsur lebih utama jika ia hafal. (Markaz al Fatwa
No. 65406)
Shalat Isyraq
Para ulama menyamakan antara shalat isyraq dengan shalat dhuha.
Meksipun ada yang sedikit membedakan diantara keduanya yaitu jika shalat
itu dikerjakan diawal waktu yaitu ketika matahari mulai terangkat
kira-kira sepenggalah maka ia disebut shalat isyraq sedangkan jika
dikerjakan di tengah-tengah atau akhir waktu maka ia disebut shalat
dhuha.
Wallahu A’lam
No comments:
Post a Comment