Total Pageviews

Thursday, November 28, 2013

Anak laki-laki



Teringat kejadian semalam (27 November 2013), masih sibuk dengan hape, sibuk LINE-nan dengan si Sarah Putri Utami & berlanjut ke Erika Sari. Tak terasa hari sudah malam, tak terasa kegiatan Futsal suamiku sudah mau selesai. Tiba-tiba terdengar seruan-seruan di belakangku, di dalam lokasi 'ring' futsal. Awalnya hanya beberapa, dan segera menjadi banyak. Awalnya dua orang perang mulut, dilanjutkan dengan aksi pukul memukul dan diikuti teman-temannya, jadilah segerombolan anak-anak muda (laki-laki, usia SMA atau kuliahan) saling bergelut. Terlihat seorang anak laki-laki yang dikeroyok oleh banyak anak laki-laki lain. Sungguh kejadian yang tidak mengenakkan sama sekali. Peristiwa yang sangat tidak terbayangkan ataupun aku inginkan.

Malam itu aku menjadi saksi perseteruan remaja-remaja tanggung itu. "Ya Allah", jeritku tertahan. Istighfar kuat ku kumandangkan, namun seperti tanpa arti sama sekali. Mereka tetap sibuk dengan aktivitas mereka, mereka tetap asyik dengan kegiatan saling tinju mereka.

Kembali aku ucapkan kata "Astaghfirullah" yang langsung diikuti dengan teriakan suamiku yang mengatakan "Berhenti". Kata tegas yang dilantangkan oleh suamiku demi menghentikan perseteruan di depanku. Disambut lagi dengan ucapan yang sama yang keluar dari mulut teman sekantor kami.

Aku antara kaget, tidak percaya, tidak tahu mau berbuat apa, hanya berisyarat agar mereka dilerai. Namun, seperti kalah jumlah aku, seperti tak ada yang mendengar, seperti tak ada yang menghiraukan. Mungkin karena aku perempuan, mungkin karena itu tontonan mengasyikan untuk kumpulan pemuda tanggung lainnya di sudut sana.

Suara marah suamiku dan teman kami tadi tak henti dilontarkan dengan maksud menenangkan remaja-remaja itu dari 'keasyikan' mereka. Aku yang rasa-rasanya hampir tidak pernah melihat kejadian seperti itu secara langsung, apalagi semalam aku menyaksikan 'acara' itu secara live dan tentunya free. Suara suamiku membuatku berpikir cepat, khawatir dia ikut berpartisipasi dalam adegan tinju tadi. Memikirkannya saja, langsung panaslah mataku, takut suamiku kenapa-kenapa.

Syukur alhamdulillah ada pria yang berhasil melerai remaja-remaja tadi. Mendungku tertahan, tak jadi menghitam, aksi 'turun hujan' pun urung ku lakukan. 

Keluarlah remaja-remaja tadi dari 'ring tinju' mereka (yang sebenarnya adalah area futsal), masih terdengar cek cok mereka namun nampaknya lebih tenang. Dinasehatilah mereka oleh rekan-rekan sekantorku, dikatakan kepada mereka untuk menyelesaikan masalah mereka dengan baik-baik. Adalah satu remaja, yang korban pukul atau sasaran pukul tadi tidak mau ikut berdamai. Entah kesal, entah dia memang salah, akhirnya hanya teman-temannya yang lain saja yang bersalaman dengan kubu satunya.

'Acara' yang kupikir telah berakhir dengan aksi gencat senjata tadi ternyata tidak berakhir di situ, berlanjutlah ke tempat parkir.

Adalah seorang remaja yang menyuruh turun si korban (sasaran) pukul tadi dari tempat diboncengnya. Tak terlalu terdengar apa pembicaraan mereka karena jauh, tak terlihat juga ekspresi mereka karena gelapnya malam tanpa diterangi lampu di sekitar mereka. Dan terjadilah lagi babak kedua 'acara' tadi. Haduh, bersambung ternyata koyo sinetron wae, keluhku dalam hati.

Aku spontan menarik-narik suamiku, menunjukkannya adegan kedua cerita bersambung tadi. Tak jauh dari kami, ada laki-laki lain yang bukan dari pihak manapun (sepertinya) ikut teriak-teriak. Awalnya menyemangati anak-anak tadi untuk melanjutkan aksi mereka di tempat lain dan berakhir menjadi ketakutan karena perkelahian itu dekat dengan mobilnya, khawatir rusak mobilnya.

Segeralah suamiku mendekati tempat kedua 'acara' tadi. Mereka pun entah kenapa tiba-tiba saling menjauh, bubar. Selesailah 'film' seru tadi.

Sepulangnya kami dari tempat futsal tadi, berceritalah aku dengan suamiku terkait kejadian tadi. "Gimana kalo kita punya anak laki-laki ya, Pak?", kataku. 'Pertunjukkan' tadi seakan jadi warning atau sign buatku. Anak laki-laki biasanya emosinya lebih labil dibanding anak perempuan, apalagi yang seusia SMA itu. Tersinggung dikit, langsung 'gasak' aja. 

Semoga aku mampu mendidik anak laki-lakiku jikalau aku diberikan kepercayaan olehNya. Aamiin

2 comments:

Sarah Putri Utami said...

ehem..ehem..
ternyata ado drama terjadi setelah kita line-an kemaren.ckckck..
keep writing wina! asekk..udah 3 postingannyaa.. :)

Anonymous said...

asleee.. drama yg gak asyik.. hihihi
tenkyu 4 ur support, dear..
semoga saya bisa terus berkarya (cak iyo nian) hahaha