Awal pertama aku memakai kerudung ketika aku duduk di kelas 2 SMA. Sungguh aku tak menyangka ucapanku waktu SMP yang hanya ucapan lepas semata terwujud. Kala itu aku berkata kepada sahabatku bahwa aku akan mengenakan hijab saat SMA. Ah, ucapan anak SMP yang tanpa pikir panjang yang ku ingat. benarkah kata orang itu? Bahwa ucapan adalah doa? Entahlah. Yang ku tahu, memang lisan itu sebaiknya tidak digunakan untuk menyakiti sesama. Lisan ini alangkah indahnya jika digunakan untuk menyanjung sahabat-sahabat kita, mengajak orang sekitar untuk lebih baik, memotivasi sekitar, begitu bermanfaat bukan? Membayangkannya saja sudah membuat hati senang, apalagi jika diterapkan. Mungkin setiap hari akan berbunga-bunga, hidup akan lebih baik.
Baiklah, kembali ke cerita berhijab saya. Kala itu aku dimotivasi oleh seorang muslimah bernama Sarah Putri Utami. Sarah adalah teman sekelas saya (XI IPA 2) SMAN 13 Palembang. dia pinter buat kartun gitu, aku pernah minta dibuatin satu. Masih ada sampai sekarang lho. Waktu itu, sekalian minta fotonya. Biar buat kenang-kenangan, buat nostalgia masa SMA suatu saat nanti. Ucapan sarah yang sangat ku ingat ketika itu "kamu cantik kalo pake jilbab", yah mungkin kurang pas tapi lebih kurang intinya seperti itu. Sarah bilang dia perhatiin kalo aku suka pake lengan tambahan (manset) kalo bajuku kurang panjang. Dia juga bilang kalo sepertinya aku berminat pake kain kudung. Deg, si sarah ini perhatian amat. Saya jadi malu hehe. Aku inget banget sarah bilang itu pas hari minggu, tanggalnya udah lupa. Kenapa aku bisa inget harinya? Soalnya tiap bulan SMAku dulu ada semacam ta'liman gitu. Waktu itu kami ta'liman di Asrama Haji Palembang. Pas itulah sarah mengucapkan kata-kata ajaib yang akhirnya membuat saya memakai hijab.
Sepulang acara sekolah itu, kebetulan mama pas di Palembang. Maklum mama sama papa gak tinggal serumah sama aku. Mereka kerja di daerah yang bernama Bayung Lencir. Pas banget kayaknya. Apa itu takdir Allah ya? gak tahulah. Singkat cerita, aku bilang ke mama kalo aku mau pake hijab. Maklum zamanku dulu rasa-rasanya belum banyak yang pake hijab kayak sekarang. Mama bilang boleh aja asalkan hijabnya gak dilepas. Hijab itu bukan buat main-main kata mama. Iya juga. Apa aku sanggup mempertahankan hijabku? Ya Allah, aku pengeeen banget pake hijab. Tolong bantuin ya Allah, semoga aku bisa memegang teguh niat suci berhijab ini. Aamiin.
Setelah menggenggam izin mama, esok harinya aku pake jilbab deh ke sekolah. Semua teman-teman pada heran. Habis bengong beberapa detik, semuanya langsung berhamburan ke arahku (yang berhamburan yang akhwat aja loh). Mereka ngucapin selamat lah, nanya-nanya apa motivasiku, sampai kata-kata "kok bisa lah" keluar, aduuuhh remaja tuh gitu yah. Ekspresinya itu loohh, kalo diingat-ingat muka-muka penasaran mereka ngegemesiiiin banget, kayak bayi. Hehe.
Aku yang pada dasarnya suka banget menceritakan apa aja ke teman-teman dengan senang hati meladeni pertanyaan-pertanyaan mereka. Habislah hari itu dengan jawaban-jawabanku dan tentu saja dengan pelajaran-pelajaran kami. Kan tadi ceritanya di sekolah.
Makin hari trending topic "wina berhijab" makin pudar. Kicauan-kicauan sudah berkurang karena mereka sudah puas dengan klarifikasi panjang langsung dari nara sumber. Bisik-bisik tetangga (maksudnya teman-teman) yang tidak terdengar lagi menyisakan perjuangan berhijabku sendiri.
Dari awal pake hijab cuma niat doang. Belum ada modal apa-apa lho. Gak kepikiran sama sekali besok-besok pake jilbab apa. Bukan masalah harus pake jilbab apa untuk nyocokin sama baju, tapi masalah jilbabnya aja gak punya banyak. Haduuuh, aku ini terlalu polos opo piye yo? Hehe.. Akhirnya pake jilbab yang tersedia aja, pas di ujung minggu pun kebingungan. Karena jilbab yang aku punya cuma 2 jadilah aku pinjam jilbab bibiku. Gak papa lah, jilbabnya belum sempurna. Belum sempurna yang menutup dada dan terlebih lagi belum sempurna hak milikku. Hahaha. Sing penting niatku baik :)
Terkadang sesuatu itu memang perlu dipaksakan. Kalo kemarin aku pikir panjang mau pake hijab saja, mungkin sampe sekarang malah gak pake jilbab. Jadi, nekat itu perlu (tapi buat yang baik-baik aja ya). Berangsur-angsur aku punya stok jilbab yang bisa buat ke sekolah dan keluar rumah maupun jalan-jalan. Terima kasih buat mama yang my stakeholder.. Hehe
Dari awal pake hijab aku sangat menggarisbawahi QS. An-Nur : 31 yang mengatakan bahwa kain kudung itu harus sampai dada. Meskipun sempat lupa aku dengan ayat itu. Ampunilah aku wahai Rabbku Yang Maha Pengampun. Selanjutnya aku akan ceritakan kisah kelupaanku itu.
Masa SMA selesai. Saatnya daftar-daftar ke perguruan tinggi. Aku pun mendaftar ke universitas negeri satu-satunya di Palembang. Maklum anak kesayangan, gak boleh keluar Sumatera. Hihihi. Sembari menunggu pengumuman lulus tidaknya aku ke universitas negeri itu, teman-teman nawarin iseng-iseng berhadiah ikut tes beasiswa dari salah satu BUMN di Indonesia. Alhamdulillah aku lulus keduanya (universitas negeri & BUMN). Aku pun memilih meringankan beban orang tua. Aku memilih BUMN itu. Alhamdulillah BUMN ini tidak melarang muslimah berhijab. Tadi sudah aku bilang di awal kan kalo pas zamanku hijab belum seramai saat ini. Mau foto untuk kelulusan aja sempat ada issue kalo harus buka jilbab. Horror kan?
Balik lagi ke BUMN tadi, jadi selama masa prajabatan aku tetap kekeuh dengan hijabku. cuma aku juga lupa alasannya kenapa aku mengurangi hijabku dari sedada menjadi setengahnya. Mungkin waktu itu aku berpikir biar simple kali ya? Entahlah, aku lupa. Menyesal pun tiada guna. Nasi sudah menjadi bubur kata peribahasa.
Sebelum masa prajabatan berakhir aku dan teman seangkatan harus menjalani proses yang dinamakan on job training (OJT). Aku pun kebagian ditempatkan di provinsi Jambi. Sejak masih masa diklat, aku sangat ingin berdomisili di kota yang memiliki Sungai Batang Hari itu karena aku ingin dekat dengan orang tuaku. Bayung Lencir lebih dekat ke Jambi (sekitar 1,5 jam) daripada ke Palembang (sekitar 4 jam). ^_^
Sampai masa pengangkatan hijab tetap melekat padaku. Namun, masih setengah tadi. Tidak sampai setahun pengangkatan, aku bertemu laki-laki bernama Fajar Sumaryanto yang sekarang menjadi suamiku. Beliau ini sangat menginspirasiku. Beliau sangat membantu mengembalikanku ke hijab yang menutupi dada. :-*
Kurang lebih dua tahun aku dan suami di Jambi, kami dimutasikan ke Palembang. Setahun berjalan tanpa terasa. Memasuki tahun 2013 mulai bermunculan trend fashion berhijab yang semakin marak hingga saat ini. Para muslimah merasa sangat senang berhijab dan tetap terlihat cantik, termasuk aku. Kembali lagi aku melalui jalan berkelok tanpa aku sadari. Kan di dalam Al-quran hijab itu harus menutupi dada, kalo kerudungku tetap menutupi dada itu tetap dinamanakan syar'i dong, pikirku ketika itu. Apalagi ada slogan 'cantik dan syar'i'. Wah, pake hijab tapi gak kuno. Pake hijab tetap cantik dan tambahan alasan memotivasi muslimah memakai hijab. Sungguh godaannya sangat berat. Huff
Aku dengan muka luguku meyakinkan suami perihal tersebut. Suami yang masih ragu tidak dapat berkata apa-apa. Dan aku dengan cepatnya menganggap itu sebagai jawaban 'iya'. Ya Allah, sungguh jika dosaku itu Kau anggap termasuk dosa yang besar aku mohon ampunMu. Aku memohon belas kasihMu, memohon kata maafMu. T_T
Sejak launching hijab-hijab modis itu, aku ikutan mengoleksi buku-buku tutorial hijab cantik dan syar'i tadi. Ada perasaan mengganjal, hati kecilku merasa ada yang tidak benar dengan perbuatanku ini namun aku tidak tahu apa. The show must go on. Jadi ya dilanjut aja.
Beberapa bulan berjalan, Alhamdulillah Allah memberikan hidayahNya. Allah memberikan petunjukNya agar aku tidak terlampau jauh meninggalkanNya. Aku yang merasa masih sangat kurang pengetahuan tentang Islam, mencoba menggali lebih dalam. Aku add akun-akun yang membahas tentang keislaman. Aku buka akun-akun teman yang menurutku sudah lebih paham akan Islam. Dan akhirnya Allah memberikan cahayaNya. Allah memperkenalkanku dengan buku Yuk Berhijab karya Ust. Felix Siauw dengan caraNya yang tak terduga. Kun faya kun.
Selesai membaca buku tadi, meledaklah dadaku, panaslah mataku, rubuhlah badanku. Aku pun merasa sangat kecil. Rasa-rasanya pengetahuanku (tentang Islam) hanya setitik. "Kecil sekali hambaMu ini ya Rabb", teriakku dalam tangis tertahan. Sungguh Engkau-lah Yang Maha Besar, tiada tanding. Hamba seperti makhluk tak terlihat, tiada daya dan upaya kecuali kehendakMu. Permohonan ampun ku ucapkan, doa-doa ku panjatkan.
Tak lupa pula aku mohon maaf kepada suamiku, menghabiskan uang kami demi stylish hijab. Ku salami tangannya, ku ciumi, bertekuk lututlah aku di depannya, memohon kata maafnya, meminta ampunnya, menginginkan ridhanya lagi. dengan semua kesederhanaannya suamiku berkata bahwa dia memaafkanku. Dengan semua kemudahan yang dia miliki, dia berkata dia memberikan ampunnya. Ku tatap matanya, ku lihat mata bercahayanya, tanpa keterpaksaan dan tanpa beban. Alhamdulillah, lagi-lagi aku seperti teringat untuk bersyukur atas kado terindah dariNya berupa laki-laki pendamping hidupku.
Kapan-kapan pengen nulis tentang suamiku, agar dia tahu betapa besar pengaruhnya terhadapku. Mudah-mudahan segera bisa terealisasi.
Back to my writing, here i am now.
Kurang lebih 7 (tujuh) tahun sejak aku mulai berhijab, aku yang saat ini insyaAllah nambah ilmunya (tentang menutup aurat) dibanding awal pake jilbab dulu.
7 (tujuh) tahun waktu yang cukup panjang untuk menemukan arti berhijab. Bahwa niat berhijabku hanya karena Allah, hanya mengharapkan ridhaNya.
7 (tujuh) tahun yang lama bagiku, yang entah kebetulan atau takdirNya menunjukkanku the real hijab sebelum peringatan hari lahirku, ini sungguh membuatku surprised, menjadikannya kado terindah untukku.
23 tahun sejak aku dilahirkan, aku menemukan 'hijab' yang sesuai dengan keinginanNya, kemauanNya, ketentuanNya.
Neyni Samosir (teman sekantor, bukan penganut Islam) berkata : "Tambah kelihatan muslimah kamu, Mbak". (Suatu ketika dia melihatku mengenakan hijab panjang nan lebar itu, beberapa waktu lalu, hari jumat 22 Nopember 2013)
"Alhamdulillah", sahutku.
Selanjutnya dia menanyakan usiaku dan langsung ku jawab, "InsyaAllah 01 Desember 2013 aku berumur 23 tahun."
Segera disahutnya jawabanku tadi, "Ya ampun Mbak, baru usia segitu kamu sudah menemukan pencarian Tuhanmu."
"InsyaAllah, aamiin, Alhamdulillah". tak henti-hentinya ku panjatkan syukurku. Semoga hijabku bisa berguna tidak hanya untukku tapi juga untuk orang-orang sekitarku (baca: menginspirasi), terutama sahabat-sahabat muslimahku.
Percakapan dengan Neyni memberikan motivasi tersendiri kepadaku.
Ketika datang waktu zuhur, aku pun memenuhi panggilanNya dan menuju ke mushola. Untuk ke mushola, aku harus sedikit berjalan keluar kantor. Sesaat setelah keluar kantor, bertiuplah angin. Biasanya hijabku yang sedada langsung bertiup dan menyingkap dadaku, namun kali ini berbeda. Hijab panjang nan lebarku tetap kokoh, hanya mengikuti arah angin tanpa terangkat. Sungguh saat itu aku melihat kebesaranNya atau juga hidayahNya. Segera ku sadari, mungkin inilah alasan muslimah-muslimah yang dulu ku lihat mengenakan hijab panjangnya hingga hampir menutup jemari mereka. Akhirnya ku temukan alasannya. Terima kasih untuk menunjukkanNya kepadaku ya Allah.
Semoga aku mampu mempertahankan hijabku hingga akhir hayatku, menjadikan hijab ini dakwahku, menjadikan hijab ini sebagai ungkapan cintaku, menjadikan hijab ini sebagai cambukku, pengingatku di kala ku lengah terhadapNya, dan last but not at least semoga hijab ini membantuku mencapai gelar bidadari surgaNya.
Aamiin :)