Tulisan ini saya buat dalam rangka Lomba
Menulis Blog HLN 71. Ini merupakan tulisan kedua setelah Mengamalkan Penolakan Gratifikasi. Sekarang saya mau bercerita tentang
suami saya (Fajar Sumaryanto), yang tidak lain adalah pegawai PLN juga. Dia
dinyatakan pegawai tetap PLN sejak tanggal 01 November 2009.
Mulai tanggal 27 Juni 2010, kami selalu
bersama. Kebetulan penempatan kerja kami hingga saat ini sama. Penempatan
pertama di Sektor Jambi, salah satu unit di bawah pengawasan PLN KITSBS. Tahun
2012, kami sama-sama dimutasikan ke Kantor Induk PLN KITSBS di Palembang.
Jadilah kami selalu berangkat ke kantor bersama dan pulang juga begitu.
Meskipun kantor sama, saya dan suami
ditempatkan di bagian yang berbeda. Sejak di Sektor Jambi, suami saya selalu
ditempatkan di bagian Sumber Daya Manusia (SDM).
Suami saya bekerja secara profesional.
Walaupun suami saya terbiasa mengurusi masalah rahasia (mutasi jabatan), dia
tidak pernah menceritakannya kepada saya. Sering sekali orang berprasangka
bahwa saya mengetahui semua pekerjaan suami saya. “Lho, masak sih Win gak tahu
klo si A pindah? Kan suamimu yang ngurusin Berita Acara Mutasinya”, tanya
seorang teman. “Duh, maaf ya. Saya memang tidak pernah menanyakan pekerjaan
suami saya dan saya merasa tidak perlu tahu tentang apa saja yang dikerjakan
suami saya”, jelas saya.
Suami saya juga tidak sungkan mengeluarkan sedikit uang demi menyelesaikan pekerjaan.
Pernah saya lihat suami mengeluarkan biaya foto kopi pekerjaan yang beratus-ratus
lembar. Lalu saya tanyakan, “Kok gak foto kopi di kantor, Pak?” “Soalnya
rahasia, Bu. Nanti kalo di kantor ketahuan orang”.
Tak hanya dapat menyelesaikan pekerjaan
kantor, suami saya juga membantu pekerjaan rumah dengan baik.
Karena kondisi kami berdua yang sama-sama
bekerja, suami pun mengerti dengan kondisi rumah yang tidak selalu rapi. Sering
sekali suami saya ikut membersihkan rumah, mulai dari menyapu hingga mengepel
lantai. Tidak hanya itu, suami saya juga tidak malu untuk mencuci dan menjemur
pakaian. Jangan ditanya soal memasak, suami saya bahkan lebih jago dibandingkan
saya sendiri.
Dalam hal mengurus anak sekali pun, suami
saya tidak segan untuk ikut andil.
Bahkan selepas melahirkan, yang belajar memandikan anak kami pertama kali adalah
suami saya. Bahkan suami saya terampil menggantikan popok hingga memakaikan
baju anak. Sehingga ketika saya tidak berada di rumah, suami saya tetap merasa
nyaman hanya berdua dengan anak.
Ada kalanya ketika suami saya lebih banyak
menghabiskan waktu di kantor, dibandingkan di rumah. Namun semua itu terbayar
dengan liburan penuh bersama keluarga.
Suami saya tidak hanya hebat dalam bekerja
tetapi juga sangat luar biasa dalam mengurus rumah tangga. Baik urusan kantor
maupun rumah dapat diselesaikan dengan tuntas.
No comments:
Post a Comment