Kata "ikhlas" sangat sederhana, hanya satu kata, pengucapannya pun tak terlalu sulit, pemahaman mengenai kata tersebut juga boleh jadi sangat baik di pribadi masing-masing. Namun, penerapannya lah yang masih sukar.
Berikut beberapa cerita pendekku tentang belajar ikhlas itu. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.
*
Setelah menikah, kebanyakan pasangan baru atau yang biasa disebut dengan penganten baru pastilah mengidam-idamkan kelahiran momongan, begitu pula aku. Tak perlu waktu lama untuk memiliki keinginan mempunyai anak tersebut. Rasa itu akan datang dengan sendirinya. Seperti air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Singkat, satu minggu setelah menikah perasaan itu mulai mendatangiku. Layaknya pasangan lain, aku dan suami pun berusaha mewujudkan impian kami tersebut. Aku pun tak pernah berhenti mengumandangkan doa demi membantu meraih keinginan itu. Hanya Allah-lah yang paling tahu perasaanku ketika itu. Sungguh aku sangat ingin memiliki buah cinta bersama suamiku. Aku pun yakin Allah akan mengirimkan titipanNya pada kami. Tapi sungguh aku tak pernah berani memaksakan untuk memilikinya. Allah akan menitipkan 'malaikat kecil' itu jika Dia menganggap aku mampu menjaga amanahNya, begitu batinku. Satu bulan berlalu, 'tamu' yang biasa datang pun tak kunjung datang. Aku pun mencoba membeli alat tes kehamilan, aku mencoba membeli yang merknya sudah terkenal dan lumayan mahal. Pertama kali menggunakan alat yang dibiasanya disebut test pack itu, sungguh aku seperti orang kolot. Berusaha mengikuti instruksi yang ada pada kemasan alat itu. Setelah cukup jelas membaca 'perintah'nya, aku pun masuk ke kamar mandi. Mengambil urine-ku, mengukur batas maksimal urine yang akan dicek dari luar wadah dengan batas maksimal yang dianjurkan test pack. Sepertinya pas, batinku. Segera ku masukkan alat itu ke wadah berisi urine-ku. Gawat, seketika aku terperanjat. Batas maksimal urine melebihi batas maksimal test pack. Segeralah aku mengeluarkan test pack-nya, spontan saja, maklumlah belum berpengalaman. Hihihi. Aku mengeluarkan sedikit urine dari wadah, mencocokkan kembali dengan batas maksimal test pack dan meletakkan lagi test pack pada urine. Yup, pas, girangku. Aku pun menunggu sesuai petunjuk dalam kemasan. Alhasil, satu garis yang terlihat. Negatif. Dengan kata lain, tidak hamil. Sejak saat itu, aku menjuluki kejadian waktu itu dengan nama 'teh celup'. Aku tak lupa memberi tahu suamiku. Sungguh ada sedikit rasa kecewa di hatiku melihat hasil itu. Entah mengapa aku tidak terlalu sakit dan aku masih punya keyakinan yang sama, keyakinan yang lebih besar dibanding rasa kecewaku. Semua akan indah pada waktunya. Allah selalu tahu kapan waktu terbaik memberikan sesuatu kepada hambaNya. Suamiku pun sempat ditanya Mbaknya (Ratna Syifa'a R) apakah aku sudah 'isi' atau belum. Suamiku menjawab sesuai faktanya. Mbak Ratna segera membesarkan hati kami. Ditunggu saja dua minggu lagi, insyaAllah akan positif hasilnya. Entah apa keyakinannya waktu itu. Padahal aku yakin sekali dia tidak tahu kejadian 'teh celup'-ku itu. Karena aku hanya menceritakan peristiwa 'teh celup' itu kepada suami dan beberapa temanku. Terang saja ketika aku menceritakannya, temanku tertawa dan menganggap hasil itu tidak akurat. Namun aku mencoba bersabar untuk menunggu waktu dua minggu sesuai saran Mbak Ratna. Tak sabar sekali rasanya menunggu waktu dua minggu itu tiba. Dan akhirnya hari yang ditunggu itu datang juga. Aku kali ini membeli alat tes kehamilan yang murah, berbekal saran teman kantorku yang mengatakan bahwa test pack yang mahal dan murah itu sama fungsinya. Hasilnya sama-sama akan akurat. Aku pun menguji sarannya. Keesokan harinya, aku mencoba tes kehamilan itu kembali tanpa adegan 'teh celup' itu lagi. Hasilnya, ada dua garis. Satu garis merah terang dan satu lagi garis merah muda yang pudar. Aku yakin sekali maksudnya aku positif hamil. Sungguh waktu itu aku sulit berkata-kata. Langsung memanggil-manggil suamiku, tak sabar menunjukkan hasilnya. Suamiku pun bertanya dengan polosnya, apa maksud dua garis itu. Aku pun dengan setengah yakin dan setengahnya lagi tak yakin berkata insyaAllah aku hamil. Aku pun menelpon Mamaku untuk memastikannya. Mamaku pun mengamini doaku. Tak puas juga, kami berkunjung ke dokter kandungan untuk melihat bentuk janin kami. Dan yakinlah kami ketika melihat gambar bulat seperti telur ketika dokter mengarahkan alat yang disebut USG itu ke perutku.
Duhai para pembaca yang budiman, mungkin dari cerita di atas tidak terlalu terasa makna ikhlas itu. Namun yakinlah, bahwa ketika kau terlalu menginginkan sesuatu maka yakinlah kau tidak akan mendapatkannya. Tapi ketika kau menyerahkan semua keputusan padaNya dengan kata lain kau ikhlas menerima semua peristiwa, maka kau akan mendapatkan apa yang kau harapkan dengan tidak terlalu memaksakannya.
Untuk yang sedang menunggu kehadiran buah hati, yakinlah bahwa Allah akan memberikannya dengan senang hati pada kalian ketika Dia merasa kalian siap. Berbaik sangkalah dengan Penciptamu.
Untuk yang sedang menunggu kehadiran buah hati, yakinlah bahwa Allah akan memberikannya dengan senang hati pada kalian ketika Dia merasa kalian siap. Berbaik sangkalah dengan Penciptamu.
**
Tahun lalu pada suatu siang hari aku, suami dan salah satu teman kantor makan siang ke daerah Sekip, Palembang. Kami keluar kantor mengendarai mobil pribadi. Tempat makan yang kami kunjungi itu konon katanya terkenal. Jelas saja, parkir pun susah. Teman kami memutuskan untuk turun terlebih dahulu untuk memesan makanan sedangkan aku dan suami menunggu sampai mendapat parkiran. Sementara kami parkir di pinggir jalan. Tak lama kemudian, adalah satu mobil yang rencananya keluar dari tempat makan itu. Rencananya kami akan mengambil posisi parkir tersebut. Kami pun menunggu hingga mobil itu keluar sempurna sehingga kami dapat masuk. Belumlah mobil di depan keluar sempurna, tiba-tiba ada yang menabrak mobil kami dari belakang. Mobil sedan merah tua (kalo tidak salah Accord) nempel di belakang mobil kami kayak perangko. Rasa marah dan kesal pun berdatangan. Aku yang setelah lama mengamati mobil itu akhirnya sengaja benar membuka jendela, ingin sekali menunjukkan bahwa aku marah atas perbuatan sang pengendara mobil sedan itu. Wajah pengendara pun ku tatap dengan penuh amarah padahal wajahnya samar-samar terlihat. Dia yang entah salah tingkah, takut atau apalah, seperti kebingungan melepaskan mobilnya dari mobil kami. Aku pun sangat khawatir, takut jika mobil kami rusak parah. Yang lebih takut lagi, Papa yang marah karena itu kan mobil Papa. Dengan bantuan tukang parkir, akhirnya mobil sedan dan mobil kami pun dapat saling menjauh. Mobil sedan itu berjalan pelan melewati kami. Aku dan suami pun berpikir bahwa dia akan segera berhenti di depan untuk menepi guna menyelesaikan permasalahan ini. Jauh dari sangkaan kami, si pengendara lalai tadi melarikan diri. Kami pun tak dapat berbuat apa-apa. Kami memutuskan untuk melanjutkan makan siang yang tertunda. Makan siang itu pun berjalan tak nyaman. Selesai makan siang, suamiku bertanya pada tukang parkir. Syukur beribu syukur tukang parkir itu berkata bahwa mobil itu sering lewat daerah itu. Pemilik mobil itu juga sering makan siang di tempat makan itu. Pemilik mobilnya adalah seorang pegawai Bank BNI 46 di daerah Pal Lima, sependengaranku. Tukang parkirnya juga memberikan plat mobilnya (BG 384 AT). Kami pun berterima kasih kepada tukang parkir itu. Kami masuk ke mobil dan melaju ke tempat bekerja 'sopir yang kabur' itu. Sesampai di sana, aku bertanya pada Security di Bank tersebut. Aku berusaha bertanya dengan nada sesopan mungkin dan dengan menahan amarahku. Aku tanyakan sedan yang menabrak kami tadi. Dengan sopan sang Security menjawab bahwa tidak ada sedan seperti yang aku deskripsikan tadi. Security itu pun bertanya balik padaku tentang alasanku bertanya sedan itu. Aku pun menceritakan kejadian yang tak menyenangkan itu. Setelah mendengarnya, Security tadi menjelaskan bahwa mungkin maksud tukang parkir itu bukan Pal Lima namun Panglima (yang ada di depan McD & Hotel Anugrah). Kami pun pamit dan mengucapkan terima kasih. Tanpa menunda-nunda lagi kami melanjutkan perjalanan ke daerah yang disarankan Security tadi. Sesampainya di tempat, kami bertanya lagi ke orang yang mengenakan seragam Satpam. Kami kembali menjelaskan peristiwa buruk yang baru kami alami. Sayangnya Satpam itu tidak hafal dengan semua mobil yang ada di kantor. Dia menyarankan kami langsung ke area parkir, mencari mobil yang dimaksud dan bertanya dengan sopir yang ada di sana. Berjalanlah kami ke belakang Bank itu, bertanya dan tetap tidak menemukan hasil. Adalah satu orang yang mengusulkan agar kami menitipkan pesan kepada bagian Umumnya. Kembalilah kami ke dalam bangunan itu dan mencari satu orang yang dianggap setara dengan Kepala Bagian. Singkatnya, kami bertemu dengan orang tersebut. Bercerita lagi dan menitipkan nomor ponsel suamiku. Setelah melalui semua perjuangan itu, aku pun tawakal. Aku tak tahu maksudNya. Yang jelas, aku tak terlalu memikirkannya kembali. Singkat kata, aku berusaha ikhlas. Di perjalanan pulang kantor, suamiku bercerita bahwa orang yang menabrak mobil kami menghubunginya. Orang itu bercerita bahwa tadi siang mobilnya dipinjam temannya yang sedang terburu-buru dalam perjalanan ke rumah sakit. Dia berjanji akan mempertemukan temannya dan suamiku untuk menyelesaikan semua masalah. Pada akhirnya, masalah terselesaikan.
Buah dari ikhlas itu sangat manis. Kita hanya perlu percaya padaNya. Jika pun yang kita inginkan tidak terpenuhi, maka percayalah Dia akan menggantinya dengan lebih baik.
***
Desember 2013 kemarin keuangan rumah kami mepet sekali. Adalah seorang teman kantor mengajak untuk bisnis kecil-kecilan. Rencana kami akan membeli beberapa lusin pakaian untuk dijual kembali dengan modal dan untung dibagi dua. Aku yang awalnya kurang tertarik tapi berusaha berpikiran positif. Awalnya ragu namun akhirnya memaksakan untuk gabung. Segeralah temanku itu mentransfer biaya yang diminta ke rekening yang dituju. Setelah selesai, temanku juga melaporkan dan diterima dengan baik oleh sang admin. Beberapa hari menunggu, temanku mencoba menanyakan ke sang penjual tentang posisi barang kami. Dari situlah kecurigaan mulai muncul. Lama pesan tak di balas, telpon tak diangkat. Keesokan harinya temanku bercerita bahwa kontak BBMnya telah dihapus oleh penjual tadi. Semua pesan dan telepon tak ada jawaban. Temanku menyarankan agar aku yang menelpon, namun tetap tak ada hasilnya. Jelas sudah, kami jadi korban penipuan. Tak bisa berkata-kata aku ketika mendengar kemungkinan itu. Namun apa daya. Ku hanya dapat merelakannya. Aku ikhlas ya Rabb, keluhku. Seminggu kemudian, uang tujuh kali lipat masuk ke rekeningku. Dari perusahaan tempat aku bekerja, untuk pembuatan seragam dinas kami. Pegawai lain dapat juga tentunya, namun aku meyakini bahwa itu adalah ganti dari uangku yang hilang.
****
Pagi hari aku yang terbiasa mengecek telepon selulerku tak berhenti memandang handphone sembari sibuk mengklik sana sini. Baca bentar geser lagi, baca lagi buka (aplikasi) yang lain lagi. Asyik sekali. Suamiku pun sempat mengingatkan. Kasihan hpnya dipelototin terus. Saat itu baterai hp masih 30%. Masih asyik dengan hpku hingga beberapa menit tiba-tiba layar hpku menghitam. Lampu hp masih menyala sebentar hingga benar-benar mati. Prasangka pertama yang terpikirkan adalah hpku rusak seperti hp suami yang harus diservice hingga dua bulan. Namun aku berusaha berprasangka baik, mungkin baterainya habis batinku. Aku pun mencoba mengisi baterai dengan menyambungkannya ke power bank yang kemungkinan masih ada 25% atau kurang. Lampu hp yang biasa berubah merah, tanda hp sedang diisi pun tidak menyala. Kecemasan pun meliputi. Aku pun mencoba mengisi hp lain dan berhasil. Gelisah pun menyelimuti. Makin kuat dugaanku hpku rusak seperti hp suami yang dulu. Aku pun memutuskan untuk datang ke tempat service hp. Sepanjang perjalanan menuju service centre, aku pun berpikir mungkin ini teguran untukku. Aku pun berusaha santai, tidak terlalu memusingkan kebiasaanku yang sangat bergantung pada gadget-ku itu. Mungkin lebih tepatnya, aku berusaha ikhlas atas kejadian itu. Sesampainya di tempat service, aku pun menceritakan peristiwa tadi pagi. Seketika tukang service mengecek hpku dan ajaib hp pun langsung bisa diisi baterainya. Kemudian tukang service pun menjelaskan bahwa hpku itu spesial. Jika baterai hpku kurang dari 15%, biasanya ia tidak mau diisi via power bank. Harus terhubung langsung ke listrik. Hihi.
No comments:
Post a Comment